Pendidikan utama ya di rumah, bukan di sekolah !

Selamat malam,

Akhir-akhir ini banyak orangtua yang bahkan merasa lelah mengurus anak sendiri. Hal ini berdampak pada penyerahan semua kegiatan anak di luar rumah. Anak SD saja, padat sekali kegiatannya. Tak hanya sekolah saja, masih ada les mata pelajaran, mengaji, bahasa inggris, les berenang, dan bla bla bla. Ah, semua ada les-nya. Orangtua bangga bisa memberi fasilitas 'banyak les sana sini' pada anaknya. Setelah les, anak bahkan jarang ditanya bagaimana pengalamannya bermain di sekolah, bagaimana hubungannya dengan teman-teman sekolah, bagaimana kesulitan belajarnya. Setelah les ini itu, sang anak tinggal tidur dan makan saja di rumah.

Kasus yang Saya ungkap di atas, banyak terjadi saat ini. Jika memang orangtua merasa tak sanggup mendidik anaknya di rumah, ya tidak masalah jika akhirnya harus memfasilitasi sang anak untuk les ini itu di luar rumah. Poin yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana dengan sekian banyaknya kegiatan luar rumah anak, orangtua tetap bisa menjadi 'pengontrol' atas apa yang terjadi di luar sana. Komunikasi orangtua dan anak di rumah jangan sampai terlupakan.

Kegiatan belajar anak di sekolah misalkan, di dalam satu kelas biasanya terdiri dari 30 orang siswa yang hanya diperhatikan oleh maksimal 2 orang guru. Saya rasa, tidak mungkin segala hal dapat diperhatikan oleh sang guru kepada anak. Guru tak akan bisa memberi perhatian detail terhadap masing-masing anak. Jika ada pemahaman anak yang salah dan tak sempat terperhatikan oleh guru bahkan orangtua, tentu tak baik akibatnya bagi si anak kelak. Nah, inilah peran orangtua dibutuhkan. Di rumah, satu orang ibu paling banyak mengurus 6 orang anak, ah zaman sekarang paling hanya 4 orang anak yang harus di urus. Jika peran orangtua dijalankan, tentu tumbuh kembang anak akan menjadi lebih baik, terutama menjalankan fungsi-fungsi komunikasi.

Pendidikan utama anak tetaplah di rumah, dengan orangtuanya, bukan di sekolah atau tempat lainnya. Orangtua adalah sebaik-baiknya guru bagi anak. Ingat, anak adalah investasi.




Sholat berjamaah ? Tepuk bahu saja !

Halo..

Beberapa kali Saya memperhatikan fenomena 'tepuk bahu' di mesjid atau musholla di sekitar kita. Bagaimana fenomena ini terjadi ? Yap, misalkanlah si A datang untuk sholat (tidak berjamaah) ke mesjid. Berselang beberapa waktu, ada si B yang ingin sholat pula di mesjid tersebut. Melihat si A sholat sendiri, si B menepuk bahu si A. Tepukan tersebut bagi beberapa kalangan (yang pernah melihat) memiliki arti sebagai :

Orang yang ditepuk   :   menjadi imam sholat
Orang yang menepuk   : menjadi makmum sholat

 Pada awalnya, fenomena ini tidak menjadi masalah bagi Saya. Saya juga tidak paham tentang sejarah serta hadist (atau apa pun itu) yang mengijinkan hal tersebut dilakukan. Namun suatu ketika, saat Saya berada di Bandara Soekarno Hatta, Saya melihat kejadian persis seperti di atas. Setelah Si A dan B sholat, ada yang bingung diantara keduanya (secara tentu si A belum tentu kenal dengan si B, dan si B belum tentu tahu siapa si A). Setelah sholat, si A menemui si B untuk mengatakan sesuatu (jika tidak salah, saat itu waktu sholat maghrib, dimana akhirnya si A dan B sholat maghrib berjamaah - katanya). Si A mengatakan bahwa barusan ia tidak sedang sholat maghrib, ia hanya menjama' sholat Isya karena akan terbang selama beberapa jam ke depan. Mendengar penjelasan si A, si B sontak kaget. Pantas saja ia kebingungan mengikuti urutan rakaat saat sholat tadi.

Nah, melihat kejadian di atas, Saya mulai meragukan keampuhan sholat jamaah dengan sistem 'tepuk bahu' ini. Berikut beberapa alasan logis Saya :
   1.   Seorang imam, harus berniat untuk menjadi imam sebelum memulai sholat berjamaah.
         Nah, berdasarkan pengalaman di atas, jika kita sholat dengan niat awal tidak untuk berjamaah, bagaimana caranya kita bisa mengganti niat tersebut secara tiba-tiba ? (ya, walau hanya saat ada yang nepok bahu aja sih..)

   2.   Seorang yang sedang sholat sendiri (tidak berjamaah) tidak pernah diketahui apakah ia benar sedang melakukan sholat yang sama dengan kita -calon makmumnya- (ribet ya ?)
         Misalkanlah si A, ia berada di mesjid beberapa waktu untuk melakukan sholat zuhur dan sholat sunat rawatib setelah zuhur. Kebetulan, Si B datang kepada A saat si A tengah melaksanakan sholat sunat. Jika si B menepuk bahu si A, maka "tradisi"-nya adalah si A langsung menjadi imam. Kita tahu bahwa A sedang melakukan sholat sunatnya, sementara B datang dengan niat menjadi makmum untuk sholat zuhur. Nah, aneh kan ? Hehehehe..

Jika ada landasan pemikiran Saya yang salah, mohon koreksinya ya, rekan. Sehat dan sukses selalu untukmu :)
Wassalam...

Kita Pasti Pernah Salah

Haloo..
Ah, beberapa hari ini Saya sering bermenung untuk introspeksi diri. Banyak hal dalam hidup yang kita tak tahu apa maksud Tuhan menakdirkan itu terjadi pada kita. Kita juga tak tahu bagaimana akhirnya jika hal tersebut tidak menimpa kita (ribet amat ya ? haha)

Rekan, ketika mengalami masalah dalam hidup, ada baiknya kita bijak untuk mengurai permasalahannya. Hidup tak harus dihabiskan untuk merenungi kesalahan diri. Cobalah untuk memaafkan kesalahan sendiri, karena setiap kita pasti pernah salah. Kesalahan harus kita jadikan ajang introspeksi diri. Jika kesalahanmu terlalu besar, mulailah dari memaafkan diri sendiri, lalu mencoba untuk melupakan (tutup kuping) ocehan orang lain tentangmu. lho ? Mengapa begitu ? Ya, karna jika kamu masih hidup untuk mendengarkan ocehan orang lain, maka kamu tak akan pernah bisa menemukan kebahagiaan hidupmu. Lho, emangnya separah itu ? Ya, karena orang lain akan selalu punya komentar untuk setiap tindakan baik apalagi tindakan burukmu. Mau berbuat baik aja dikomentarin, apalagi berbuat buruk. Ah, sudahlah, lupakan saja mereka dengan segala ocehannya. Kamu, yang harus kamu lakukan adalah terus berkarya dan selalu bersikap positif, agar suatu hari nanti orang yang sering mengomentarimu lelah dengan ocehannya. Dan disaat mereka lelah, kamu sudah bahagia dengan segala karyamu.

Selamat mencoba ya, rekan :)

Menjadi Disiplin

Kita memiliki banyak sekali keinginan di dalam hidup. Mau ini, mau itu, mau begini, mau begitu. Terkadang pula kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kita dapatkan. Padahal kita tahu, teori bahagia adalah bersyukur. Kadang pula kita lupa, bahwa untuk mendapatkan semua yang kita mau, perlu usaha yang besar yang harus kita lalui. Bagai menaiki anak tangga, kita harus melalui tahap demi tahapnya dengan baik. Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita juga tak bisa lepas dari yang namanya disiplin. Disiplin membuat kita mampu untuk melalui setiap anak tangga kehidupan, hanya disiplin. Mengapa Saya yakin ? Karena Saya pernah mencobanya, walau dalam beberapa kesempatan Saya lagi-lagi tidak berhasil, namun Saya terus mencoba berdisiplin.

Misalkanlah saat ini rekan ingin diet (buat yang cewe-cewe pasti hobi, deh). Untuk menurunkan berat badan, maka rekan pasti terlebih dahulu harus membuat rancangan diet yang ingin dilakukan, apakah dengan rajin berolahraga, mengatur pola makan, dan lain sebagainya. Mari kita pilih salah satu, yaitu dengan mengatur pola makan. Misalkanlah kita berjanji untuk mengganti makan malam dengan jus buah. Ketika kita sudah merencanakan program tersebut, maka siapkanlah diri untuk menjalankannya dengan disiplin agar hasilnya terlihat. dan lihatlah dalam sebulan atau dua bulan ke depan, sudah berapa bobot tubuh yang berkurang ? :)


Saya, bukan termasuk orang yang senang berdisiplin. Apa-apa masih sering moody. Tulisan ini bukan bermaksud mengajarkan atau menggurui, namu menjadi bagian introspeksi diri. Semoga bermanfaat ya, rekan :)